Kamis, 30 September 2010

Antara AKU, EMY Dan Motornya JOHN

Sampai tahun kedua kuliah, aku terbilang kuno dan ketinggalan dalam hal mengendarai motor. Selama itu memang tidak pernah belajar naik motor. Sudah jalanan jelek berbatu, berlubang saat itu, juga tidak melihat pentingnya bermotor selain untuk ngeceng anak muda kampung itupun hanya disekitar rumah tetangga karena tidak ada tempat khusus anak muda berkumpul.

Khusus mengenai motor, aku punya cerita sedikit menggelitik hati.
Malam itu, Emy, teman satu kostku dibilangan samping kampus, ingin makan bakso. Tapi di sekitar Wisma Hasanuddin, katakanlah nama rumah kost kami itu, tidak ada penjual bakso. Adanya di pintu Dua kampus. Lumayan capeknya kalau jalan kaki pergi-pulang. Si Emy lalu meminjam motornya John, juga teman satu kost. Kemudian menyerahkan kuncinya padaku untuk memboncengnya. Aku kaget setengah mati dalam hati. Padahal aku hanya bercanda mau mengantarkannya kalau ada motor.Kepalang basah dech. Untuk menutup malu dan jaga gengsi di hadapan cewek kalau sebenarnya aku tidak bisa naik motor, aku iyakan mengantarnya.

Berbekal cerita teman cara belajar naik motor, kunci kucolok dan starter.Jalan mulai dari samping Workshop Fak Teknik ke arah Fak Pertanian, lanjut Politeknik dan Pasca Sarjana menuju ke Fak Kedokteran terus ke Ramsis melewati terminal kampus, beberapa puluh meter kemudian sampailah di gerbang pintu dua tempat banyak penjual jajanan malam. Meski sedikit jauh tapi lebih mendingan daripada lewat Rektorat melingkar RS Dr Wahidin Sudirohusodo atau lewat pintu satu lalu keluar kampus menuju pintu dua, berbelit-belit kayak birokrasi, he...he...he...

Emy hanya pesan bakso untuknya karena aku menolak, bukan karena masih kenyang tapi lebih karena perasaanku tidak karuan, campur baur. Bisa juga naik motor tanpa panduan orang lain dan bisa ngak ya mengantar Si Emy pulang.

Selesai Emy makan dan siap pulang, motor tiba-tiba ngadat. Mesin tidak bisa dihidupkan. Apa karena motornya john memang sudah butut, kabel-kabelnya banyak sambung menyambung, atau karena aku gugup? untung ada orang lain yang bisa membantu. Tiba-tiba Emy ngomong:
"Caramu naik motor, koq lain-lain", dengan senyum tertahan. Aku tahu Dia tahu pikiranku.
"Ah, biasa aja", jawabku berusaha tenang." Mungkin karena lama tidak bonceng orang kali' ", langjutku berusaha mengalihkan apa yang dipikirkan tentangku.
"Kenapa tadi cuma gigi pertama yang dipakai". Astagaaa... lupa, padahal seharusnya gigi kedua dan ketiga juga dipakai. Tolol...tolol...bego. makiku dalam hati. Emy pasti tahu dari suara kenalpot.
"Aku memang lebih suka pakai gigi pertama", balasku sekenanya.Tidak tahu apa paham yang kumaksud atau tidak mau buat aku tersinggung.
Setelah memastikan aku bisa memboncengnya, Dia kemudian naik sedel belakangku.
Dengan Bismillah...motor mulai kugas, masuk gigi pertama beberapa detik kemudian kuoper ke gigi kedua  tak ada lonjakan mendadak berarti caraku sudah benar. Motor jalannya mantap tenang dan rasa percaya diriku naik.
Sesampainya di rumah, Emy dengan tawa tertahan bilang ke John yang menyambut kami: "Chaman baru belajar naik motor!", lalu lari menjauhi kami dan tawanya meledak.John cuma senyum tak mengerti  mengerti.

Yang jelas malam itu hanya Aku, Emy dan Motor bututnya John yang tahu peristiwa tengsin itu. Seandainya Motornya john seperti manusia mungkin sudah terbahak-bahak juga

Sumber gambar:
Wikimedia.org.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar