Jumat, 04 Juli 2014

PEMILU, Idealism dan lucu-lucuan ?

Dari kesekian kalinya pemilu presiden diadakan di Indonesia, mungkin tahun 2014 adalah yang sedikit aneh dan menggelikan. Media kampanye beragam, adu Kreasi kampanye vulgar negatif sampai black. Benar-benar memberi nuansa berbeda dari sisi lainnya.

Berbeda media kampanye, berbeda cara berfikir dan sebagainya. Atau bisa dikatakan pengembangan dari kreatifitas kampanye  yang lalu-lalu. Termasuk perilaku peserta dan atau pendukung masing- masing.

Politisi atau Seleberity  tingkat tinggi sedikit banyak menampakkan cermin diri dan cara berpikirnya. Lebih menegaskan integritasnya atau membingungkan. Idealiskah, memosisikan beda dari yg lain, galau, kecewa, atau mungkin sekadar lucu-lucuan ?. Hanya dirinyalah yg tahu siapa dan apa maunya.

Betapa tidak Hary Tanoe berpindah dari Partai Nasdem ke Hanura, kabarnya di Nasden tak dapat posisi bagus dibanding di Hanura yg langsung diusung jadi cawapres ketum, Wiranto. Tragisnya dipecat ataukah mengundurkan diri setelah gagal memenuhi target pileg. Eh tau-tau secara pribadi gabung pengusung capres Prabowo. Keputusan politik HT karena idealisnya, kecewa, atau memosisikan diri sebagai teman dari rival politik Prabowo ?.

Hampir mirip dengan FajrulRahman. Dari pertama tak setuju Jk digadang-gadang calon presiden dan atau wapres. Tapi permantap diri berpihak pada Jokowi setelah musuh bebuyutannya ada di pihak lawan Jokowi. Ada Pks, ada Fahri Hamzah, Tipatul Sembiring dan sebagainya. Apalagi Prabowo dekat dgn keluarga mantan presiden Suharto yg pernah memenjarahnya, lebih lagi kalau Prabowo akan mengangkat Suharto jadi pahlawan nasional bila terpilih jadi presiden. Dan hal itulah yg otomatis mengecilkan nilai aktifitasnya di masa orde baru.

Selanjutnya ada Prof. Mahfud MD dan Rhoma Irama yg lalu berseberangan dengan Muhaimin Iskandar. Mereka dan pendukung masing-masing berharap dicapres atau cawapreskan, malah JK yg diusulkan jadi cawapres Jokowi oleh Muhaimin. Padahal Jk tidak berkeringat untuk Partai K Bangsa dibanding Mahfud atau Rhoma Irama yg dinilai punya efek positif bagi partai.

Ada lagi pengacara, Farhat Abas yg fenomenal di sosial media. Dari pertamanya dukung Prabowo yg dinilai tegas, kemudian berpindah kepada Jokowi-JK. Apa karena di Prabowo ada Ahmad Dani ?

Ada lagi, sebagian orang tak habis pikir. Jusuf Kalla, yg beberapa bulan sebelumnya, tidak suka kalau Jokowi dicapreskan. Jk pernah sesumbar mengatakan 'bangsa akan bahaya kalau Jk jadi presiden'. Setelah dicawapreskan PDIP, kata-katanya diingatkan lagi. Bukan Jk kalau tidak bisa ngeles. ' itu dulu sebelum kinerja jk belum nampak', balasnya.
Saat pemilu tahun 2009, dimana ia capres mengatakan kalau dirinya tidak terpilih maka ia akan pulang kampung (makassar?). Lagi-lagi punya jawaban kalau Indonesia juga kampungnya. Beliau ibarat punya segudang senjata yg dapat membahayakan dirinya sendiri.

Ada Anies Baswedan sekarang dari tim pemenangan Jokowi-Jk. Dulu pernah mengeritik blusukan Jk sebagai gaya pencitraan. Setelah Jk terpilih cawapres, ia kemudian merapat ke Kubu Jokowi-Jk. Apa ada hubungannya saat JK capres Tahun 2009 dimana JK dalam debat,  bahwa Anies pantas memegang salah satu posisi penting dalam pemerintahannya bila terpilih.

Prof. Amin Rais, dulu tak terlalu suka Prabowo dari kasus Ham Tahun 1998,  Kini ada dipihak Prabowo. Apa karena ada 'anak emasnya' Hatta Rajasa?.

Dan banyak lagi penampakan yg ironis dalam perpolitikan dimanapun dibelahan bumi, apalagi Indonesia yg baru berdemokrasi kalau tak mau dikatakan baru mendefenisikan yg namanya demokrasi.

Tapi itulah politik tidak bisa prediksi bahkan dikhayalkan. Politik ibarat asap yg terbang kemana arah angin menuju.
Tak ada yang boleh menyalahkan siapa. Tak ada yg berhak memaksa orang lain sependapat ataukah seniat dengan yg lain.