Sabtu, 23 Oktober 2010

STUDI BANDING WALAU KE NEGERI CHINA

Ungkapan Tuntutlah ilmu walau ke negeri China, terlepas benar tidaknya itu Hadits Nabi, tetap mengandung makna yang sangat berarti dan mendalam.

Negeri China dalam ungkapan itu, bisa mengisyaratkan pengorbanan. Satu bentuk pengorbanan jiwa juga materi. Mengorbankan waktu, mengorbankan biaya demi ilmu dan pengetahuan.

Dulu, mungkin waktu adalah satu problem tersendiri.Tapi sekarang, seiring perkembangan teknologi informasi dan transportasi bukan lagi jadi masalah serius. Pergi ke negeri China atau negeri-negeri nun jauh lainnya kini bisa ditempuh relatif singkat. Maskapai penerbangan terus berlomba memberikan pelayanan memuaskan seefisien dan seefektif mungkin, termasuk dapat mempersingkat waktu sesuai pesanan pelanggan. Tinggal merogoh kocek.

Nah, bagaimana halnya kalau mau belajar di negeri jauh? misalnya Yunani, Belanda, Afrika Selatan, Inggeris dan lebih 100 negeri lainnya yang kayaknya harus (bukan perlu) dikunjungi. Tidak masalah asal ada duit. Yang jadi masalah setidaknya dimasalahkan, kalau biaya perjalanan itu dari orang lain yang dengan berat hati menyerahkan dan sebagiannya lagi tidak ikhlas dipakai  ke luar negeri.

Alasan mereka, kalau hanya untuk belajar kenapa mesti jauh-jauh ke luar negeri, manfaatkan saja media telekomunikasi. kenapa mesti ke negeri yang dianggap kurang kompoten. Kenapa studi-studi terdahulu tidak ada hasil yang dapat dinikmati langsung oleh masyarakat luas? sekurangnya ada laporan kunjungan studi yang dipublikasikan. Apa tidak sebaiknya dana studi banding itu dipakai memanggil dan menggaji para pakar luar negeri itu untuk memberikan kuliah umum atau pelatihan yang dapat diikuti seratus orang, seribu orang atau 235 juta orang Indonesia?. Tidak adanya penjelasan yang memuaskan membuat sebagian besar orang curiga kalau studi banding itu hanya kedok semata tapi sebenarnya untuk pesiar, jalan-jalan sambil belanja. Meninggalkan sejenak masalah dalam negeri.

Memang tidak bisa dipungkiri kalau studi itu benar-benar penuh pengorbanan, apalagi kalau menyangkut uang pribadi bukan uang orang lain. Ada anak bunuh diri lantaran bapaknya telat membayar sppnya, Beberapa siswa putus sekolah karena tidak mampu membeli seragam dan alat tulis-menulis, Atau terpaksa belajar di bekas kandang sapi karena sekolahnya roboh lama tidak direnovasi.

Dan, mereka sudah memasang sabuk pengaman, mesin dari tadi sudah dinyalakan, pun barang-barang sudah tersusun rapih di garasi. Lalu Musafirpun telah berlalu....

Kamis, 21 Oktober 2010

Mie INSTANT

Medio Oktober tahun ini, pers Nusantara pun luar negeri utamanya Taiwan ramai mengankat headline "indomie" ditarik dari pasaran. Pasalnya makanan instan itu mengandung Methyl P Hydroxybenzoate. Zat yang dilarang keras ditambahkan pada setiap makanan di Taiwan. Zat itu dapat meningkatkan azam lambung dan berlanjut pada sakit maag serta penyakit lainnya.

Tapi badan pengawasan obat dan makanan Indonesia sebagai pemegang hak mengeluarkan izin edar makanan membantah ketidaklayakan indomie dikonsumsi selama dalam batas tertentu. Berbeda dengan YLKI dari awalnya memang tidak merekomendasi dikonsumsi terus-menerus apalagi kalau dijadikan pengganti nasi melihat kandungan garam dan vetsin tinggi yang kurang baik untuk kesehatan. Sepantasnya, lanjutnya, dimakan satu bungkus dalam seminggu. Namanya saja mie instant, ya, dimakan pada saat mendesak.

Melihat hebohnya, banyak yang memprediksi penarikan produk mie itu bukan semata-mata karena faktor kesehatan tapi lebih pada persaingan bisnis. Betapa tidak sejak adanya indomie, pasar mie instan Taiwan lesu hampir kalah bersaing. disamping praktis penyajian juga indomie murah dibanding produk serupa di Taiwan.

Akankah indomie tetap selalu menjadi "seleraku" seperti dalam jingglenya ?.

Hal jinggle indomie yang instan itu, menjelang pemilu 2009 sampai kini, publik mungkin masih ingat jinggle kampanye PD yang mengusung SBY sebagai calon presiden yang mana nadanya sama Lyriknyapun beda tipis sama jinggle iklan indomie. Kalau indomie sebagai makanan instan, bagaimana dengan SBY ?.

Kalau dulu saat pencalonan SBY sebagai presiden periode 2004, mungkin ya, mendesak dalam arti Dia dipercaya dapat memberikan perubahan yang pada pemerintahan sebelumnya pasca Orde Baru banyak menilai tidak memberikan perubahan lebih baik yang signifikan.

Tapi sekarang, setelah SBY terpilih untuk periode kedua, penilaian itu mungkin tidak ada lagi melihat kemenangannya lebih 60% suara dalam satu putaran pemilu, tentu terlepas dari kecurigaan banyak fihak kalau kemenangan itu dari cara tidak fair apalagi dirasakan banyak dampak positif dari pemerintahannya periode sebelumnya di samping negatifnya.

Kalau SBY tidak lagi dinilai sebagai presiden instant, belum tentu demikian juga dengan kader-kadernya termasuk pemerintah bawahannya dalam setiap pengambilan keputusan. mudah-mudahan tidak.

Karena saya bukan seorang pengamat, pemerhati apalagi pengambil keputusan publik yang bisa dinilai dan diikuti orang lain, maka saya tidak bermaksud menyimpulkan bahwa yang termasuk keputusan instan yang terpaksa dilakukan tanpa melalui forecasting sebelumnya adalah:
Untuk mengurangi kemacetan lalu lintas ibukota dengan cara Three In One, menaikkan tarif parkir yang memungkinkan pemilik kendaraan memarkir di sembarangan tempat yang gratis, apalagi sampai ide memindahkan ibukota negara ke daerah lain. atau mungkin One Day Not Rice ?. 

Rabu, 13 Oktober 2010

Berita Kepada Kawan?

Perjalanan bangsa kita beberapa tahun terakhir, benar-benar terasa sangat menyedihkan. Pertikaian mengatasnamakan agama, suku, kelompok atau golongan, ditambah lagi bencana alam silih berganti seakan menunggu giliran. Masih jelas di ingatan akan musibah tzunami Aceh, gempa Yogya, Padang, Situgintung atau lumpur sidoarjo dan terakhir banjir bandang Wasior, Papua Barat serta banyak lagi musibah lainnya yang luput dari pantauan pers.

Untuk itulah mungkin, Ebiet G. Ade, ingin mengabarkan kepada kawannya. Kawan sejati dalam suka duka. Kawan yang mampu diajak simpati terhadap musibah dan penderitaan orang-orang yang jauh dari kenikmatan kekayaan negeri ini. Sayang temannya itu tidak di sampingnya atau mungkin itu hanyalah teman khayalan karena tidak ada lagi yang dapat dijadikan teman sejati.

Lalu, Si Ebiet atau mungkin yang lain mencoba mengabarkan semuanya. Kepada laut, kepada ombak, kepada karang sebagai personifikasi wakil-wakil mereka di parlemen yang selalu berjanji memperjuangkan aspirasi wong cilik, wong mayoritas di negeri ini bila mereka terpilih. Kepada mereka yang dipercaya dapat memberi rasa aman, perlakuan adil tanpa pandang bulu. Sampai kepada matahari sebagai simbol dari para pengambil keputusan yang selalu diharap memberi kesejukan perlindungan dan keteraturan kelangsungan kehidupan semua anggota masyarakat.

Mereka tidak memberi jawaban memuaskan, jawaban yang tidak berpihak pada penderitaan orang-orang kecil, jawaban yang membingunkan kalau tidak mau dikatakan diam, bisu dan ditinggal sendiri, dibiarkan terpaku menatap langit yang jauh dari jangkauan bahkan harapan.

Mereka malah saling menyalahkan, saling menuduh, merasa pihak mereka yang paling benar, paling tahu kenyataan. Pemerhati lingkungan mengatakan musibah di Wasior terjadi karena tidak berfungsinya lingkungan hutan sebagaimana mestinya. Oleh ulah pengelolah hutan berizin, tambang, penebagan liar. Dan pemerintah harus bertanggungjawab sebagai pemberi izin serta minimnya pengawasan. Pihak lain mendesak pemerintah menjadikan musibah ini sebagai bencana nasional melihat banyaknya korban jiwa dan materi.

Pemerintah tentu tidak mau disalahkan sendiri. Pemerintah berdalih kalau musibah itu murni karena alam dan cuaca ekstrem yaitu curah hujan tinggi. Dan tentu belum bisa ditingkatkan statusnya jadi bencana nasional. Mungkin karena itu pulalah presiden tidak langsung kelokasi kejadian bencana. Ditambah lagi prasarana rusak 80 persen sehingga tidak memungkinkan adanya penyambutan seremonial pejabat, belum lagi wabah penyakit dari korban meninggal dan sampah mengancam. Apalagi pemerintah setempat tidak merekomendasikan presiden datang. Mungkin malu pada otonomi khusus yang memungkinkan anggaran bencana itu diambil alih dan disorot banyak pihak atau karena tidak mau direpotkan dengan acara penyambutan pejabat.

Lalu,
Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.

Mungkin rumput juga tidak mau bersahabat karena sebentar lagi mereka akan tergantikan dengan batu dan beton disetiap sudut bumi ini.

Minggu, 03 Oktober 2010

SMS ANEH

Hampir setiap minggu, saya dapat kiriman SMS yang mungkin lucu atau sekaligus aneh dari operator kartu langgananku atau pengirim dengan empat angka. 
Kira-kira begini isinya:
  • Gratis wallpaper lucu dengan hanya mengetik REG XX kirim ke XXXX(nomor tujuan).
  • Apakah Anda pemilik no XXXX(nomor kartu) Gratis ringtone XXX(judul ringtone) dengan format REG XX kirim ke XXXX. atau
  • Selamat Anda dapat Ramalan Cinta dari XXXX(nama orang terkenal) dengan cara REG XX kirim ke XXXX. Dan banyak lagi yang lain yang formatnya sama yaitu REG kirim ke (nomor tujuan dengan empat angka)
Saya pikir kalau memang mau kirim gratis, kirim aja lagi, kenapa musti REG segala toh kalau tidak disukai khan bisa langsung delete. Anehnya selang beberapa hari setelah di-REG, jangan harap gratis lagi pasti dikenakan tarif 2000 rupiah plus PPn untuk perpanjangan selama beberapa hari  ke depan syukur-syukur kalau ada pemberitahuan dahulu. 
Yang lebih lucu lagi, kalau sudah REG dan mau berhenti pasti dikenakan ongkos UNREG biasanya 2000 rupiah ditambah pajak. Mundur kena maju apalagi.Tapi untung tidak semua operator begitu karena nomor kartuku dari operator lain palingan iklan promosi, pesta discount ditoko tertentu.
Kiriman SMS itu mamang sebagai isyarat bisnis dengan segenap resikonya. Kita melayani berarti sudah paham resikonya. Menjebak ataukah terjebak.
Zizylain dari kebiasaan ini adalah hikmah bahwa pikir segala akibatnya perlu sebelum bertindak karena barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan