Sabtu, 04 Oktober 2014

Nazar Nabi Ibrahim

Suatu waktu, Nabi Ibrahim menyembelih hewan untuk siar agama. Kali ini kubannya begitu banyak. 1.000 ekor domba, 300 sapi, dan 100 ekor unta. Orang-orang pada keheranan.
Nabi Ibrahimpun mengatakan kurban itu belum seberapa dan belum apa-apa, anaknya sendiri akan dikurbankan seandainya Tuhan menganugerahinya seorang anak.

Entah beliau keceplosan, congkak, atau putus harapan punya anak yg hingga usia uzurnya belum juga punya.

Tak berapa lama setelah kejadian itu, istri kedua beliau, Hajar, hamil dan beberapa bulan kemudian melahirkan seorang putra.Ismail. 

Pada usia sekitar 13 tahun anak itu, bapaknya bermimpi menyembelihnya. Sang bapak menyangka kalau mimpi itu hanyalah bunga tidur dan mungkin mimpi setan yg tak harus diperhatikan. ahkirnya dia memastikan kalau mimpi itu benar setelah tiga kali bermimpi yg sama. Ia teringat perkataanya beberapa tahun yg lalu. Dan saatnya menunaikan janjinya untuk menyembelih putranya sendiri yg dicintainya sebagai penebus nazar.

Beliau seorang cerminan taat, beriman, konsisten serta dimuliakan kaumnya.
Haruskah menunaikan semua janji walau janji itu bukan lahir dari lubuk hati paling suci, lahir dari keangkuhan atau janji karena berusaha meyakinkan orang lain bahwa apa yg diyakininya adalah benar pada hal dalam hati ragu dan galau, lebih-lebih kalau sifatnya amat politis. Semisal gantung di monas atawa jalan kaki dari Jogya ke Jakarta.

Yang jelas tidak ada kewajiban menunaikan janji atau nazar kalau hal itu bertentangan dengan syariat. Dan cukuplah kecaman moral dari orang yg mempersaksikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar