Kamis, 21 Oktober 2010

Mie INSTANT

Medio Oktober tahun ini, pers Nusantara pun luar negeri utamanya Taiwan ramai mengankat headline "indomie" ditarik dari pasaran. Pasalnya makanan instan itu mengandung Methyl P Hydroxybenzoate. Zat yang dilarang keras ditambahkan pada setiap makanan di Taiwan. Zat itu dapat meningkatkan azam lambung dan berlanjut pada sakit maag serta penyakit lainnya.

Tapi badan pengawasan obat dan makanan Indonesia sebagai pemegang hak mengeluarkan izin edar makanan membantah ketidaklayakan indomie dikonsumsi selama dalam batas tertentu. Berbeda dengan YLKI dari awalnya memang tidak merekomendasi dikonsumsi terus-menerus apalagi kalau dijadikan pengganti nasi melihat kandungan garam dan vetsin tinggi yang kurang baik untuk kesehatan. Sepantasnya, lanjutnya, dimakan satu bungkus dalam seminggu. Namanya saja mie instant, ya, dimakan pada saat mendesak.

Melihat hebohnya, banyak yang memprediksi penarikan produk mie itu bukan semata-mata karena faktor kesehatan tapi lebih pada persaingan bisnis. Betapa tidak sejak adanya indomie, pasar mie instan Taiwan lesu hampir kalah bersaing. disamping praktis penyajian juga indomie murah dibanding produk serupa di Taiwan.

Akankah indomie tetap selalu menjadi "seleraku" seperti dalam jingglenya ?.

Hal jinggle indomie yang instan itu, menjelang pemilu 2009 sampai kini, publik mungkin masih ingat jinggle kampanye PD yang mengusung SBY sebagai calon presiden yang mana nadanya sama Lyriknyapun beda tipis sama jinggle iklan indomie. Kalau indomie sebagai makanan instan, bagaimana dengan SBY ?.

Kalau dulu saat pencalonan SBY sebagai presiden periode 2004, mungkin ya, mendesak dalam arti Dia dipercaya dapat memberikan perubahan yang pada pemerintahan sebelumnya pasca Orde Baru banyak menilai tidak memberikan perubahan lebih baik yang signifikan.

Tapi sekarang, setelah SBY terpilih untuk periode kedua, penilaian itu mungkin tidak ada lagi melihat kemenangannya lebih 60% suara dalam satu putaran pemilu, tentu terlepas dari kecurigaan banyak fihak kalau kemenangan itu dari cara tidak fair apalagi dirasakan banyak dampak positif dari pemerintahannya periode sebelumnya di samping negatifnya.

Kalau SBY tidak lagi dinilai sebagai presiden instant, belum tentu demikian juga dengan kader-kadernya termasuk pemerintah bawahannya dalam setiap pengambilan keputusan. mudah-mudahan tidak.

Karena saya bukan seorang pengamat, pemerhati apalagi pengambil keputusan publik yang bisa dinilai dan diikuti orang lain, maka saya tidak bermaksud menyimpulkan bahwa yang termasuk keputusan instan yang terpaksa dilakukan tanpa melalui forecasting sebelumnya adalah:
Untuk mengurangi kemacetan lalu lintas ibukota dengan cara Three In One, menaikkan tarif parkir yang memungkinkan pemilik kendaraan memarkir di sembarangan tempat yang gratis, apalagi sampai ide memindahkan ibukota negara ke daerah lain. atau mungkin One Day Not Rice ?. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar